Mari Saling Menasihati

Raji

Di dalam diri setiap manusia ada hati. Ia yang hidup mengendalikan perasaan, cinta dan amarah. Terkadang ia futur, terjebak dalam kegelisahan. Tak jarang ia menggelora, bangkit menjadi inspirasi. Setiap hati kita berbeda, pikiran kita mempertahankan pendapat masing-masing. Kualitas semangat dan keshalihan kita senantiasa berfluktuasi. Hal itu pula yang membuat tingkat keimanan kita bervariasi. Tapi ingat kawan, keberagaman itu adalah anugerah.

Pernahkah kita merindu? Gelisah dalam kesendirian, disaat kita tak lagi bersama orang terdekat? Seperti itulah hati, senantiasa terbolak-balik. Maka satu yang kita harapkan saat itu terjadi, engkau hadir membawa semangat, menerangi kelamnya hati. Engkau datang menyampaikan pesan-pesan yang mengingatkan kita pada perjuangan masa lalu. Saat kita tak rela satupun dari kita tertinggal tak lulus, atau bahkan sekedar tak mendapat nilai baik di kelas. Yakinlah, setiap kita rindu masa itu.

Maka dari itu, ingin kubisikkan lirih ke dalam lubuk hatimu yang terdalam kawan, sampaikanlah nasihat. Aku tahu engkau pantas untuk itu. Semangatmu, prestasimu, keshalihanmu, biarlah mengguncang dada ini, membakar semangat kami yang hampir padam. Kami rindu itu. Kami rindu saat kau berbagi suka pada kami, menyibak duka yang menyelimuti. Kami senang engkau rela bercerita prestasi, menyulut semangat kami agar menjadi sepertimu. Nasihatilah, agar kita tak merugi seperti yang termaktub dalam firmanNya.

Kawan, seharusnya kalian bukanlah kawanku lagi. Saudara, mungkin itu yang paling tepat. Kebersamaan kita senantiasa melahirkan senyum. Walau terkadang kesal menghampiri, tak ubahnya kita semakin erat dalam satu rasa perjuangan. Ingatlah itu, aku pun senantiasa mengingatnya. Kala aku tertatih kemudian engkau datang merangkul, membisikkan harapan dan bangkit bersama. Kita pun sama-sama saling mengesampingkan ego. Menggantungkan harapan agar kelak kita sukses, bersama.

Kawan, sampaikanlah nasihat. Sungguh itu bukan menggurui. Nasihat seorang kawan akan sungguh terasa manis. Insan mana yang tak butuh nasihat? Hati mana yang hidup tanpa nasihat? Ia ibarat telaga di tengah kekeringan. Kemana lagi aku akan mengais nasihat, sementara engkau telah hadir memberi kedekatan dalam hidupku. Ingatlah bagaimana saat kita lama tak berjumpa, kemudian suatu waktu kita saling berjabat tangan, bertemu kembali, bercerita, mengenang perjuangan lalu, perjuangan tiga atau enam tahun bersama. Lama? Singkat memang, tetapi keringat dan canda tawa kita dulu membuatnya abadi. Menjadikan kita merenung dikala sendiri, ingin mengulangnya lagi.

Maka lahirlah kepedulian. Rasa yang membuat kita saling mengingat satu sama lain. Biarlah ukhuwah menghancurkan jarak. Sampai tak ada lagi pemisah untuk kita saling menasihati. Sungguh hati inilah yang selalu butuh. Ingatkan kami disaat lupa, tegur kami ketika salah, tuntun kami saat tersesat, saat jauh dari jalanNya.

Kawanku, aku pernah duduk membayangkan, kita berkumpul kembali, tak seorang pun diantara kita rela ada yang tertinggal dan tak hadir. Kemudian kita saling memandang, penuh senyuman, penuh syukur, dan lengkaplah kebahagiaan kita, abadi dalam surgaNya. Lalu kuselipkan bayang itu dalam doa, doa rabithah kita...

Untuk semua teman yang pernah mengisi lembar hidupku,
terkhusus teman-temanku angkatan tiga, Truf, kalian menginspirasiku.

Unknown

Aku adalah murid bagi siapa saja yang mau mengajarkanku kebaikan. Terima kasih telah berkunjung dan membaca. Silakan share jika bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar