Sepuluh Tahun yang Lalu, dari Timur ke Barat

Raji Pantai Losari
2006 yang lalu, tak terasa kini sudah sepuluh tahun berlalu. Masa-masa saat pertama kali memulai perjalanan, perjalanan penuh emosi dan memori. Terkadang tangis mengalir, tak jarang pula senyum terukir, silih berganti menghiasi perjalanan ini, perjalanan panjang nan berliku.

Masa yang begitu sulit dilupakan, walau waktu menghempasnya begitu cepat. Berlalu berlarian seperti diterpa ombak.

Dari Timur ke Barat, membentang, membelah lautan, meneruskan budaya mendarah daging leluhur kampung halaman.

Hidup dalam perantauan tak ubahnya menempa diri, mengasah kearifan, dan membentangkan persahabatan.

Bertemu, lalu berpisah, dan harap kelak bertemu kembali. Irama hidup yang seperti ini menempa jiwa, mengasah hati, dan merajut pikiran, maju berkembang menembus batas.

Dari Timur ke Barat, melintas pulau. Berbekal pesan nasihat dari kampung halaman, kemudian menemukan hamparan pengalaman yang tak ternilai harganya.

Dari Timur ke Barat, mencari kekayaan ilmu, menelusuri celah-celah dasar ilmu pengetahuan, hingga sadar bahwa tak ada yang diri ini ketahui, semakin saja merasa kosong.

Dari Timur ke Barat, melintas awan cakrawala. Ada sejuta memori indah yang tak mungkin terlupakan. Di sana, di sini, ada teman yang merangkul, selalu ada mengobati rindu, namun satu waktu justru menambah rindu.

Ini bukan lelah, bukan pula jenuh, ia mata air yang memberikan kehidupan. Ia hamparan yang membentuk ekosistem. Ia embun yang menyegarkan. Ia nutrisi yang menumbuhkan. Ia elok menghiasi pemandangan di tempat persinggahan ini.

Dari Timur ke Barat, sepuluh tahun berlalu. Masih ingatkah? Rasa-rasanya baru kemarin sore kita berpisah, rasa-rasanya belum lama kita melambai tangan, rasa-rasanya baru saja aku melangkahkan kaki, namun waktu menepuk menyadarkan, bahwa cukup panjang jalan yang telah ditempuh.

Sepuluh tahun telah berlalu, kaki ini harus semakin kuat, pundak ini harus semakin kokoh, genggaman ini harus semakin erat, pandangan harus semakin tajam, dan langkah harus semakin hentak.

Selalu ingat, sejauh manapun engkau berkelana, ada Sang Pencipta yang akan menyertai, membimbing, dan menghilangkan kesendirian. Sepanjang apapun jalan yang kau telusuri, ada risau dan doa orang tua menyertai, memberi kekuatan, menyempurnakan bekal.

"Berkelanalah, kelak akan kau jumpai pengganti dari yang engkau tinggalkan" betapa indah Imam Syafi'i melukiskan hakikat perjalanan.

Kelak, pulanglah dengan harapan yang telah menjadi nyata, cita-cita yang telah terwujud, dan tujuan yang telah dicapai.

Sepuluh tahun, semoga senantiasa dalam keberkahan.
_______
19 September 2016
Di atas cakrawalah menuju Barat.

Unknown

Aku adalah murid bagi siapa saja yang mau mengajarkanku kebaikan. Terima kasih telah berkunjung dan membaca. Silakan share jika bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar