Mengukur Kadar Iman Dengan Bulan Ramadan

Mengukur kadar iman

Dalam aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah dijelaskan bahwa Al-imaanu yaziidu wa yanqush, iman itu bersifat fluktuatif, bertambah dan berkurang.
Maka selayaknya seorang muslim menjaga agar imannya senantiasa bertambah dan meminimalisir dari berkurangnya iman.
Iman At-Tirmidzi menyebutkan dalam Sunan-nya; “Bab sempurnanya iman, bertambah dan berkurangnya.”
Allah SWT berfirman: “Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS. Al-Mudatsir: 31)

Lalu bagaimana cara kita mengetahui iman kita sedang bertambah atau berkurang? Ada dua faktor yang mempengaruhi bertambah dan berkurangnya iman; ketaatan dan kemaksiatan.
Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 183 Allah menjelaskan tujuan dari disyariatkannya puasa; agar mencapai derajat takwa.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Mulianya bulan Ramadan dan ibadah puasa tentu merupakan bentuk ketaatan yang menjadi sumber bertambahnya iman. Bukan hanya sekadar bertambah, tapi bertambah berlipat-lipat. Terlebih orang yang berhasil dalam puasanya akan mencapai derajat takwa.
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.." (QS. Ali Imran: 102)
Ayat ini menunjukkan adanya korelasi antara iman dan takwa.

Lalu bagaimana cara kita mengukur iman dengan bulan Ramadan?

Pertama, menyikapi datangnya bulan Ramadan.
Di artikel lain telah saya jelaskan setidaknya ada tiga golongan manusia dalam menyambut bulan Ramadan.
(https://risalahraji.blogspot.com/2013/07/tiga-golongan-manusia-penyambut-ramadhan.html)
Jika hati kita senantiasa menggebu-gebu menantikan datangnya bulan Ramadan, maka sesungguhnya iman kita sedang naik. Semakin jauh hari kita menanti kedatangan bulan Ramadan, semakin rindu kita dengan bulan Ramadan, semakin besar tingkat keimanan kita. Para salafus shalih bahkan mempersiapkan diri menyambut Ramadan enam bulan sebelumnya.

Kedua, cara kita menikmati bulan Ramadan.
Rasulullah SAW telah bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath-Thobroniy)
Cara kita menikmati ibadah selama bulan Ramadan akan menjadi ukuran tingkat keimanan kita. Semakin kita merasakan kelezatan ibadah di bulan Ramadan, maka semakin naik iman kita. Sebaliknya, jika kita menunggu waktu berbuka saja tidak sabar, ingin cepat selesai shalat tarawih, dan lelah memperbanyak tilawah Al-Quran, maka itu bisa jadi pertanda iman kita sedang lemah.

Ketiga, melepas bulan Ramadan.
Pertemuan pasti mengandung perpisahan, mau tidak mau. Ketika bulan Ramadan akan datang, maka ia juga akan pergi.
Sederhananya, saat kita tidak merasakan sedih dengan kepergian bulan Ramadan, mungkin iman kita sedang turun. Betapa tidak, kesempatan melipatgandakan pahala akan segera berakhir, hari-hari ampunan dibuka selebar-lebarnya akan berlalu, tapi kita tidak merasa sedih?
Orang-orang yang memiliki keimanan kuat akan memanfaatkan sampai detik-detik terakhir bulan Ramadan. Bukan justru disibukkan dengan persiapan lebaran dengan pergi ke mall dan sebagainya.

Dengan ketiga indikator di atas, setidaknya kita bisa mengukur tingkat keimanan kita. Sungguh, keimanan yang benar akan senantiasa melahirkan kelezatan dalam beribadah. Iman akan menjadi sumber kekuatan dalam beribadah dan ibadah yang kuat akan menjadi sumber keimanan. Segala bentuk ketaatan akan mengantarkan pada bertambahnya iman dan segala bentuk dosa akan melemahkan iman.
Semoga Allah SWT menumbuhkan keimanan dalam diri kita.

_________
Sumber gambar: knowingallah.com

Unknown

Aku adalah murid bagi siapa saja yang mau mengajarkanku kebaikan. Terima kasih telah berkunjung dan membaca. Silakan share jika bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar